Memahami Penyebab Kecanduan Seks Cyber
Saat ini, pemuasan hasrat seksual melalui internet tidak hanya dialami oleh orang-orang yang berperilaku seksual menyimpang, namun mereka yang sebelumnya tidak memiliki catatan kriminal dan psikiatri pun telah terlibat dalam perilaku seperti ini. ACE Model of Cybersexual Addiction digunakan untuk menjelaskan bagaimana internet telah menciptakan sebuah iklim budaya permisif, yang mendorong dan mensahkan perilaku-perilaku seksual menyimpang.
ACE Model memeriksa anonimitas interaksi-interaksi online yang meningkatkan perilaku seksual menyimpang tersebut dan kemungkinan tersedianya pornografi dunia cyber dengan mudah untuk para pengguna, yang akhirnya menjadi tempat pelarian untuk ketegangan mental dan memperkuat pola perilaku yang mengarah pada kecanduan.
Transaksi-transaksi elektronik yang anonim membantu para pengguna merasa memiliki kendali lebih besar terhadap isi, corak dan sifat dari pengalaman seksual online. Tidak seperti pengalaman-pengalaman seksual di dunia nyata, seorang wanita dapat dengan cepat berganti pasangan jika pasangan cyber-nya tidak memuaskan atau seorang pria dapat langsung ‘cabut’ setelah mencapai orgasme tanpa perlu mengucapkan selamat tinggal. Namun, bagaimana jika seorang pria secara diam-diam ingin mengetahui bagaimana rasanya berhubungan seks dengan sesama pria? Atau bagaimana jika seorang wanita ingin mencoba melakukan hubungan seks dalam keadaan terikat?
Dalam konteks anonim dunia cyber, pesan-pesan seksual konvensional telah ditiadakan, sehingga para pengguna dapat mewujudkan fantasi-fantasi seksual mereka yang terpendam tanpa ketakutan diketahui oleh orang lain. Bagi siapapun yang merasa penasaran tentang hubungan seks dalam keadaan terikat, seks berkelompok atau homoseksualitas, seks dunia cyber menawarkan cara yang aman, pribadi dan anonim. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab lebih cenderungnya para individu melakukan eksperimen seksual mereka melalui seks cyber.
Dunia industri memperkirakan bahwa pada bulan April 1998 saja, sekitar 9,6 juta orang (15% pengguna internet) mengunjungi 10 situs seks paling populer. Terdapat sekitar 70.000 situs yang berkaitan dengan seks, dengan kira-kira 200 situs baru, yang menyertakan pornografi dan ruang-ruang chatting interaktif, ditambahkan setiap harinya (Schwartz, 1998). Menjamurnya ruang-ruang chatting yang berorientasi seksual, telah menyediakan suatu sarana yang mendorong seseorang melakukan eksplorasi. Seorang suami atau istri yang penasaran, lalu secara diam-diam memasuki “Ruang Fetish” atau “Ruang Bisexual”, pada awalnya mungkin kaget dengan dialog-dialog yang erotis. Namun, pada saat yang bersamaan, mereka juga terangsang secara seksual. Kemudahan fasilitas ini juga telah membantu mempromosikan eksperimen seksual di kalangan mereka, yang dalam keadaan normal tidak akan terlibat dalam perilaku seksual seperti itu.
Banyak yang percaya bahwa alasan utama seseorang melakukan tindakan seksual online adalah untuk pemuasan hasrat seksual. Namun, sejumlah penelitian telah memperlihatkan bahwa rangsangan seksual mungkin pada awalnya merupakan alasan seseorang untuk terlibat dalam seks cyber, namun, seiring dengan berjalannya waktu, pengalaman tersebut kemudian berubah menjadi tempat pelarian dari ketegangan mental-emosional maupun keterbatasan diri. Sebagai contoh, seorang wanita yang kesepian tiba-tiba merasa bergairah oleh sekian banyak pasangan cyber-nya, atau seorang pria yang tidak percaya diri secara seksual berubah menjadi seorang kekasih cyber yang membara dan diinginkan oleh seluruh wanita di ruang chatting. Pengalaman-pengalaman ini bukan hanya memberikan pemuasan hasrat seksual, melainkan juga telah menjadi tempat pelarian mental yang subyektif, yang diperoleh melalui perkembangan kehidupan fantasi online di mana seseorang mengadopsi sebuah kepribadian dan identitas yang baru.
Gender secara signifikan juga mempengaruhi cara seseorang memandang seks cyber. Para wanita seringkali memilih seks cyber karena cara ini dapat membantu menyembunyikan penampilan fisik dan menghilangkan stigma sosial bahwa para wanita tidak boleh menikmati seks, serta memungkinkan mereka untuk berkonsentrasi pada seksualitas mereka dengan cara-cara yang baru, aman dan tanpa batasan. Para pria umumnya memilih seks cyber karena cara ini dapat menghilangkan kegelisahan akan kemampuan seksual mereka, yang mungkin menjadi penyebab ejakulasi prematur atau impotensi, serta membantu menyembunyikan penampilan fisik pria-pria yang merasa tidak pede mengenai kebotakan, ukuran penis atau berat badan.
Para individu yang paling rapuh tampaknya adalah mereka yang rendah diri, menderita distorsi citra tubuh yang berat, disfungsi seksual yang tidak diobati atau riwayat kecanduan seksual sebelumnya.
ACE Model memeriksa anonimitas interaksi-interaksi online yang meningkatkan perilaku seksual menyimpang tersebut dan kemungkinan tersedianya pornografi dunia cyber dengan mudah untuk para pengguna, yang akhirnya menjadi tempat pelarian untuk ketegangan mental dan memperkuat pola perilaku yang mengarah pada kecanduan.
Transaksi-transaksi elektronik yang anonim membantu para pengguna merasa memiliki kendali lebih besar terhadap isi, corak dan sifat dari pengalaman seksual online. Tidak seperti pengalaman-pengalaman seksual di dunia nyata, seorang wanita dapat dengan cepat berganti pasangan jika pasangan cyber-nya tidak memuaskan atau seorang pria dapat langsung ‘cabut’ setelah mencapai orgasme tanpa perlu mengucapkan selamat tinggal. Namun, bagaimana jika seorang pria secara diam-diam ingin mengetahui bagaimana rasanya berhubungan seks dengan sesama pria? Atau bagaimana jika seorang wanita ingin mencoba melakukan hubungan seks dalam keadaan terikat?
Dalam konteks anonim dunia cyber, pesan-pesan seksual konvensional telah ditiadakan, sehingga para pengguna dapat mewujudkan fantasi-fantasi seksual mereka yang terpendam tanpa ketakutan diketahui oleh orang lain. Bagi siapapun yang merasa penasaran tentang hubungan seks dalam keadaan terikat, seks berkelompok atau homoseksualitas, seks dunia cyber menawarkan cara yang aman, pribadi dan anonim. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab lebih cenderungnya para individu melakukan eksperimen seksual mereka melalui seks cyber.
Dunia industri memperkirakan bahwa pada bulan April 1998 saja, sekitar 9,6 juta orang (15% pengguna internet) mengunjungi 10 situs seks paling populer. Terdapat sekitar 70.000 situs yang berkaitan dengan seks, dengan kira-kira 200 situs baru, yang menyertakan pornografi dan ruang-ruang chatting interaktif, ditambahkan setiap harinya (Schwartz, 1998). Menjamurnya ruang-ruang chatting yang berorientasi seksual, telah menyediakan suatu sarana yang mendorong seseorang melakukan eksplorasi. Seorang suami atau istri yang penasaran, lalu secara diam-diam memasuki “Ruang Fetish” atau “Ruang Bisexual”, pada awalnya mungkin kaget dengan dialog-dialog yang erotis. Namun, pada saat yang bersamaan, mereka juga terangsang secara seksual. Kemudahan fasilitas ini juga telah membantu mempromosikan eksperimen seksual di kalangan mereka, yang dalam keadaan normal tidak akan terlibat dalam perilaku seksual seperti itu.
Banyak yang percaya bahwa alasan utama seseorang melakukan tindakan seksual online adalah untuk pemuasan hasrat seksual. Namun, sejumlah penelitian telah memperlihatkan bahwa rangsangan seksual mungkin pada awalnya merupakan alasan seseorang untuk terlibat dalam seks cyber, namun, seiring dengan berjalannya waktu, pengalaman tersebut kemudian berubah menjadi tempat pelarian dari ketegangan mental-emosional maupun keterbatasan diri. Sebagai contoh, seorang wanita yang kesepian tiba-tiba merasa bergairah oleh sekian banyak pasangan cyber-nya, atau seorang pria yang tidak percaya diri secara seksual berubah menjadi seorang kekasih cyber yang membara dan diinginkan oleh seluruh wanita di ruang chatting. Pengalaman-pengalaman ini bukan hanya memberikan pemuasan hasrat seksual, melainkan juga telah menjadi tempat pelarian mental yang subyektif, yang diperoleh melalui perkembangan kehidupan fantasi online di mana seseorang mengadopsi sebuah kepribadian dan identitas yang baru.
Gender secara signifikan juga mempengaruhi cara seseorang memandang seks cyber. Para wanita seringkali memilih seks cyber karena cara ini dapat membantu menyembunyikan penampilan fisik dan menghilangkan stigma sosial bahwa para wanita tidak boleh menikmati seks, serta memungkinkan mereka untuk berkonsentrasi pada seksualitas mereka dengan cara-cara yang baru, aman dan tanpa batasan. Para pria umumnya memilih seks cyber karena cara ini dapat menghilangkan kegelisahan akan kemampuan seksual mereka, yang mungkin menjadi penyebab ejakulasi prematur atau impotensi, serta membantu menyembunyikan penampilan fisik pria-pria yang merasa tidak pede mengenai kebotakan, ukuran penis atau berat badan.
Para individu yang paling rapuh tampaknya adalah mereka yang rendah diri, menderita distorsi citra tubuh yang berat, disfungsi seksual yang tidak diobati atau riwayat kecanduan seksual sebelumnya.
Post a Comment