Fantasi Seks Di Dunia Maya Makin Diminati
Wah.. gawat kalau kaum lelaki sudah kecanduan cybersex ! Penelitian menunjukkan fantasi seks onlinecybersex berat yang memiliki fantasi seks online sangat tinggi sehingga justru berpotensi mengganggu kehidupan offline-nya. Demikian hasil sebuah penelitian yang diumumkan di San Fransisco, dimana belum lama ini dilansir Reuters.
"Kami menemukan bahwa banyak orang menggunakan Internet untuk aktivitas seksual. Dan kami ingin tahu sejauh mana hal itu mangganggu kehidupannya," ujar Dr. Al Cooper pemimpin survei dari Marital and Sexuality Center, San Jose, California.
Cooper, yang telah beberapa kali memimpin survei untuk menyelidiki dunia seks di Internet, mengatakan penelitian terakhirnya ini bertujuan untuk mengidentifikasi orang-orang yang beresiko ketagihan cybersex.
Dengan melakukan penyaringan dari 40.000 jawaban jajak pendapat yang dikirimkan ke situs MSNBC, Cooper mempelajari jawaban dari 7.000 responden laki-laki, dan mendapatkan kelompok yang lebih kecil lagi yakni sebanyak 384 orang, yang diindikasikan memiliki masalah aktivitas seksual online.
Responden di kelompok kecil itu mengakui bahwa mereka tidak bisa melepaskan dari dari cybersex, dan melakukan aktivitas seksual online-nya sekitar 5,7 jam per minggu, atau dua kali lebih banyak dari orang lain yang mengikuti jajak pendapat.
"Aktivitas yang mereka lakukan beragam. Yang paling banyak adalah menjelajahi situs-situs porno dan melakukan chatting seks," ungkap Cooper sambil menjelaskan bahwa orang-orang itu mengaku mengakses seks online untuk melepaskan stres, bukan mencari hiburan atau informasi seks lain.
"Orang-orang lari kepada seks online, dan bukan bersosialisasi dengan orang-orang lain," lanjut Cooper. "Sebenarnya banyak cara menghilangkan stres yang lebih sehat."
Namun dikatakan Cooper, apa yang dinikmati orang-orang secara online itu tidak selalu ingin mereka lakukan dalam kehidupan sehari-hari. "Mereka mungkin menikmati tontonan seks yang tidak wajar, seperti melakukannya dengan binatang, seks beramai-ramai, atau seks sejenis, namun mereka kebanyakan tidak ingin melakukannya dalam kehidupan mereka," tandas Cooper.
"Hal ini memang mempertegas perbedaan kehidupan online dan offline," kata Cooper. "Internet mungkin memberi keuntungan karena Anda tidak perlu mencoba hal-hal tidak wajar, namun fantasi yang ditinggalkannya mungkin akan mengganggu dan menimbulkan banyak anggapan keliru tentang orang-orang lain dan tingkah laku seksual mereka."
Gangguan itu, lanjut Cooper, akan mulai tampak ketika seseorang tidak bisa meninggalkan kebiasaan beraktivitas online, atau memilih ?bercumbu? dengan komputer daripada melakukan aktivitas seksual dengan pasangannya.
Hal tersebut dipertegas dengan temuan Cooper bahwa responden yang diindikasikan memiliki ketergantungan pada cybersex ternyata berkurang aktivitas seksualnya pada kehidupan sebenarnya. Mereka seolah memiliki dua kehidupan seksual yang berbeda.
Seperti diketahui, data statistik antara bulan Desember 1999 dan Februari 2001 menunjukkan pengunjung situs seks tumbuh lebih dari 27 persen, sehingga mencapai 28 juta orang dari 22 juta sebelumnya. Padahal pada waktu yang sama, jumlah pengunjung situs-situs belanja hanya tumbuh separuhnya.
"Kami meramalkan jumlah itu akan terus bertambah," kata Cooper yang menjanjikan akan melakukan penelitian lebih luas lagi, melibatkan responden wanita yang diyakini ketergantungannya pada cybersex lebih kecil.
"Kami menemukan bahwa banyak orang menggunakan Internet untuk aktivitas seksual. Dan kami ingin tahu sejauh mana hal itu mangganggu kehidupannya," ujar Dr. Al Cooper pemimpin survei dari Marital and Sexuality Center, San Jose, California.
Cooper, yang telah beberapa kali memimpin survei untuk menyelidiki dunia seks di Internet, mengatakan penelitian terakhirnya ini bertujuan untuk mengidentifikasi orang-orang yang beresiko ketagihan cybersex.
Dengan melakukan penyaringan dari 40.000 jawaban jajak pendapat yang dikirimkan ke situs MSNBC, Cooper mempelajari jawaban dari 7.000 responden laki-laki, dan mendapatkan kelompok yang lebih kecil lagi yakni sebanyak 384 orang, yang diindikasikan memiliki masalah aktivitas seksual online.
Responden di kelompok kecil itu mengakui bahwa mereka tidak bisa melepaskan dari dari cybersex, dan melakukan aktivitas seksual online-nya sekitar 5,7 jam per minggu, atau dua kali lebih banyak dari orang lain yang mengikuti jajak pendapat.
"Aktivitas yang mereka lakukan beragam. Yang paling banyak adalah menjelajahi situs-situs porno dan melakukan chatting seks," ungkap Cooper sambil menjelaskan bahwa orang-orang itu mengaku mengakses seks online untuk melepaskan stres, bukan mencari hiburan atau informasi seks lain.
"Orang-orang lari kepada seks online, dan bukan bersosialisasi dengan orang-orang lain," lanjut Cooper. "Sebenarnya banyak cara menghilangkan stres yang lebih sehat."
Namun dikatakan Cooper, apa yang dinikmati orang-orang secara online itu tidak selalu ingin mereka lakukan dalam kehidupan sehari-hari. "Mereka mungkin menikmati tontonan seks yang tidak wajar, seperti melakukannya dengan binatang, seks beramai-ramai, atau seks sejenis, namun mereka kebanyakan tidak ingin melakukannya dalam kehidupan mereka," tandas Cooper.
"Hal ini memang mempertegas perbedaan kehidupan online dan offline," kata Cooper. "Internet mungkin memberi keuntungan karena Anda tidak perlu mencoba hal-hal tidak wajar, namun fantasi yang ditinggalkannya mungkin akan mengganggu dan menimbulkan banyak anggapan keliru tentang orang-orang lain dan tingkah laku seksual mereka."
Gangguan itu, lanjut Cooper, akan mulai tampak ketika seseorang tidak bisa meninggalkan kebiasaan beraktivitas online, atau memilih ?bercumbu? dengan komputer daripada melakukan aktivitas seksual dengan pasangannya.
Hal tersebut dipertegas dengan temuan Cooper bahwa responden yang diindikasikan memiliki ketergantungan pada cybersex ternyata berkurang aktivitas seksualnya pada kehidupan sebenarnya. Mereka seolah memiliki dua kehidupan seksual yang berbeda.
Seperti diketahui, data statistik antara bulan Desember 1999 dan Februari 2001 menunjukkan pengunjung situs seks tumbuh lebih dari 27 persen, sehingga mencapai 28 juta orang dari 22 juta sebelumnya. Padahal pada waktu yang sama, jumlah pengunjung situs-situs belanja hanya tumbuh separuhnya.
"Kami meramalkan jumlah itu akan terus bertambah," kata Cooper yang menjanjikan akan melakukan penelitian lebih luas lagi, melibatkan responden wanita yang diyakini ketergantungannya pada cybersex lebih kecil.
Post a Comment